| Kembali |
| Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
| 1/Pid.Pra/2020/PN Pin | H. MUH. HATTA bin AHMAD SIKKI | 1.KASAT RESKRIM POLRES PINRANG 2.KEPALA KEJAKSAAN RI PINRANG Cq, Penuntut Umum |
Minutasi |
| Tanggal Pendaftaran | Selasa, 17 Mar. 2020 | ||||||
| Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||||
| Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2020/PN Pin | ||||||
| Tanggal Surat | Selasa, 17 Mar. 2020 | ||||||
| Nomor Surat | ------- | ||||||
| Pemohon |
|
||||||
| Termohon |
|
||||||
| Kuasa Hukum Termohon | |||||||
| Petitum Permohonan |
Bahwa pada dasarnya “Penegakan Hukum” harus selalu berlandaskan prinsip “Kepastian dan Keadilan Hukum” itu sendiri, oleh karena Undang-Undang memberikan kewenangan kepada para Penegak Hukum (Jaksa, Polisi dan KPK) untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat merampas kemerdekaan seseorang seperti melakukan penggeledahan, penyitaan, penahanan hingga menetapkan seseorang menjadi tersangka;
Bahwa dalam menjalankan kewenangannya termasuk melakukan tindakan menetapkan diri seorang menjadi tersangka di atas, maka penyidik wajib dikoreksi apabila tindakan tersebut bertentangan dengan norma hukum yang berlaku, apalagi dengan melanggar hak asasi seseorang (human right) serta tidak memberikan kepastian hukum dalam kerangka penegakan hukum yang adil dan fair, yang mana sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat/constitusional state)” dan menurut Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketentuan kedua Pasal UUD ini bermakna bahwa adalah merupakan hak asasi manusia untuk mempertahankan harkat, martabat, dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang berkeadilan dan bermartabat atas tindakan –tindakan yang dilakukan Penegak Hukum (penyidik) dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya;
Secara historis lahirnya lembaga Praperadilan dalam KUHAP terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula halnya dengan semangat penegakan hukum pidana yang mensyaratkan dilaksanakan dengan prinsip due procces of law, dimana proses penegakan hukum harus dilaksanakan dengan benar dan adil bukan atas dasar stigma kebencian terhadap warga Negara yang belum tentu bersalah atas sesuatu yang disangkakan kepadanya. Salah satu pranata yang diberikan oleh hukum untuk melakukan pengoreksian (control) terhadap tindakan-tindakan sewenang-wenang (terrmasuk menetapkan tersangka) adalah pranata “Praperadilan”. Hal ini untuk menjamin bahwa penetapan tersangka terhadap seorang itu benar-benar telah memenuhi ketentuan ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
Pada hakekatnya pranata Praperadilan merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (ic.Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum). Mengutip pendapat Luhut M. Pangaribuan, bahwa lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah/penguasa harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang atau warga Negara.
Tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
Menurut Indriyanto Seno Adji dalam bukunya Praperadilan & KUHAP (Catatan Mendatang);2015, bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan Kepolisian dan atau Kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.
Permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP |
||||||
| Pihak Dipublikasikan | Ya |
